Refleksi PPL
Matematika Nggk dibuat Sulit
Menjadi seorang guru dituntut untuk kreatif dalam
memberikan pembelajaran. Terkadang RPP yang sudah dibuat harus disesuaikan
dengan kondisi di kelas
~ Totok Victor
Didik Saputro ~
Setelah dibuat
tegang dengan mata kuliah Microteaching, pada semester berikutnya mahasiswa
PMat disibukkan dengan PPL. Pembagian sekolah PPL pun membuat hati
berdebar-debar menunggu kepastian pengumuman tersebut. Ketika diumumkan,
ternyata saya ditempatkan di SMA Negeri 1 Depok. Wow, sering didengar sih sekolahnya,
karena ada temen saya yang dulunya sekolah di SMA ini.
Tiba saatnya yang ditunggu-tunggu,
setelah pembekalan prodi dan fakultas saya dengan teman kelompok pun ke sekolah
untuk menentukan tanggal penerjunan PPL. Setelah berdiskusi, terpilihlah 18
Juli 2016 sebagai pelaksanaan penerjunan kami. Akhirnya waktu yang
ditunggu-tunggu sudah di depan mata. Kebetulan saya dipercaya untuk jadi koordinator
PPLnya. Nah, satu hari sebelum penerjunan, saya mengkonfirmasikan kepada pihak
sekolah kembali tentang penerjunan ini. Ternyata, pihak sekolah mengatakan
tidak bisa karena ada pertemuan dengan orang tua dan sekolah masih dalam masa
sibuk-sibuknya. Wah, mendengarkan pembatalan tersebut saya menjadi cemas.
Komunikasi dengan pihak menjadi evaluasi besar ketika pembekalan di tingkat
prodi dan fakultas. Saya merasakan tantangan di awal cukup besar. Untungnya,
dosen-dosen kami juga bisa memaklumi hal ini. Terima kasih bapak ibu dosen.
Penerjunan
pun tiba dan resmilah kami menjadi bagian dari SMA Negeri 1 Depok. Setelah
penerjunan, kami melakukan observasi lingkungan sekolah bersama-sama. Setelah
itu, pembagian guru pamong masing-masing. Kebetulan guru pamong saya cowok, Pak
Jumadi namanya, lebih akrab disapa Pak Jum. Pak Jum mengampu kelas X dan XI. Saya
diminta untuk mengampu di kelas X MIPA 2 dan X IPS 3. Penerjunan di pertengahan
Juli, dan baru ngajar di awal Agustus. Rasanya lama dan ngk sabar banget
nungguinnya. Beda dengan teman-teman lainnya. Mereka sudah memulai praktek mengajar
sejak seminggu setelah penerjunan. Hal ini tidak terlalu saya pusingkan,
melainkan waktu kosong yang ada saya isi untuk menyiapkan materi pembelajaran
dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan sekolah, seperti piket di Lobby dan Ruang TU. Sebelum melaksanakan
pembelajaran di kelas, saya melakukan observasi pembelajaran yang dilakukan
guru pamong. Observasi saya lakukan di kelas X MIPA 2 dan X IPS 3. Ketika
melaksanakan observasi di kelas X MIPA 2, saya merasakan perbedaan kondisi
pembelajaran saat ini dengan ketika saya duduk di bangku SMA dulu. Kondisi kelas
yang kondusif dan peran serta yang aktif dari siswa/i menjadi perhatian utama
saya. Wow, kelas yang cukup sempurna untuk siswa/i yang baru masuk di jenjang
sekolah menengah. Metode yang diberikan guru mempermudah pembelajaran di kelas.
Hari berikutnya saya melakukan observasi di kelas X IPS 3. Berbeda dengan X
MIPA 2, kondisi di kelas ini kurang kondusif. Beberapa siswa/i terlihat ribut
sendiri. Guru pamong saya pun sering menegur siswa/i tersebut, tetapi tetap
saja masih ribut. Sama halnya dengan pelaksanaan observasi di kelas X MIPA 2,
di kelas X IPS 3 saya duduk di bagian belakang siswa/i. Dua orang siswi di
kelas X IPS 3 yang duduk tepat di depan saya menanyakan materi yang sedang
diajarkan kepada saya. Dengan spontan saya langsung menjawab, kamu dengarkan
dulu penjelasan guru pamong saya setelah itu kamu coba pahami. Kalau tidak
mengerti, silahkan tanyakan langsung ke guru pamong. Mendengar perkataan saya
seperti itu mereka langsung berbalik arah kembali untuk mendengarkan penjelasan
dari guru. Tidak lama kemudian, mereka berdua kembali menanyakan kepada saya, Mas, kok bisa seperti ini to jawabannya?
Carane piye? Karena ini merupakan kali kedua mereka bertanya, saya langsung
menjawab dan memberikan penjelasan singkat kepada mereka. Rasa penasaran saya
muncul ketika ada dua siswi yang merasa kesulitan dalam menerima pembelajaran.
Dilihat dari metode yang digunakan guru, tidak jauh berbeda dari metode yang
diterapkan di kelas X MIPA 2. Hal ini menjadi PR besar bagi saya untuk
menelusurinya dan memberikan solusi atas permasalahan ini. Ketika selesai
melaksanakan observasi di kelas ini, saya langsung menanyakan kepada guru
pamong saya tentang pembelajaran yang dialami selama beberapa pekan yang lalu. Inti
jawaban dari guru saya ialah siswa/i dapat mengikuti dan menerima pembelajaran
dengan baik. Rasa penasaran saya semakin kuat. Sampai akhirnya saya pun mulai
mengajar di kelas tersebut. Beberapa hari sebelum mengajar, saya menanyakan
kepada beberapa teman-teman yang PPL di sekolah lainnya tentang hal-hal yang
dilakukan pada pertemuan pertama. Jawaban yang diberikan sama, tetapi
pengembangan yang dilakukan beranekaragam. Hal ini membuat saya ingin
menciptakan suasana yang nyaman di dalam kelas. Pertemuan pertama pun tiba, dan
saya siap memberikan materi ajar kepada siswa/i. Pertemuan pertama dibuka
dengan perkenalan dan melakukan kesepakatan pembelajaran. Kesepakatan yang saya
berikan adalah tidak boleh terlambat masuk ke kelas, tidak boleh makan di dalam
kelas, tetapi diperbolehkan minum di dalam kelas. Ketika siswa/i ingin minum,
maka siswa/i harus mengangkatkan dua jari sebagai tanda bahwa dipersilahkan
untuk minum air tersebut. Selain itu kesapakatan lainnya adalah siswa/i harus
mengangkatkan kelima jarinya ketika ingin mengajukan pertanyaan. Kesepakatan
ini pun diterima baik oleh siswa/i di kelas. Dan kemudian saya memulai
pembelajaran di kelas tersebut. Di akhir pembelajaran, saya meminta evaluasi
secara tertulis dari siswa/i terhadap pembelajaran pada pertemuan pertama ini. Isi
evaluasinya membuat saya tertawa ketika membacanya. Rata-rata isi dari evaluasi
siswa/i menilai bahwa pembelajaran sangat menyenangkan, tidak terlalu
menegangkan, sabar dalam menjelaskan, dan paling banyak menilai bahwa saya
merupakan orang yang lucu. Wow, berbanding terbalik dengan sifat dan kebiasaan
keseharian saya. Siswa/i menilai bahwa saya orangnya asyik dan lucu, selalu berusaha
mengajarkan matematika dengan senang hati, dan selalu berusaha membuat
matematika tidak sulit dimata siswa/i. Itulah beberapa tanggapan siswa/i pada
evaluasi pertemuan pertama. Isi evaluasi lainnya yang membuat saya sedikit
terkejut adalah siswa/i menuliskan seperti ini “Gantikan guru yang asli ya mas. Masnya enak dalam mengajarkan, jelas
dalam menerangkan, matematika ngk dibuat sulit, dan sabar lagi”. Lebih dari
satu orang yang menuliskan seperti ini. Setelah membaca tulisan tersebut,
keesokkan harinya saya langsung menanyakan kepada siswa/i alasan mereka
menuliskan hal tersebut. Tingkat kecepatan dalam pemberian materi menjadi
alasan utama siswa/i. Mendengarkan hal tersebut, saya memberikan beberapa saran
kepada siswa/i dan mengkonfirmasikan juga kepada guru pamong saya. Terjawablah
rasa penasaran saya atas permasalahan yang ada di kelas. Dan saya berusaha
merancang metode pembelajaran yang lebih sesuai.
Menjadi
seorang guru dituntut untuk kreatif dalam memberikan pembelajaran. Terkadang
RPP yang sudah dibuat harus disesuaikan dengan kondisi di kelas. Perubahan
waktu pembelajaran menjadi salah satu penyebabnya. Untuk mengatasi hal ini saya
selalu meminta siswa/i untuk mengunjungi basecamp
Mahasiswa PPL dan menemui saya. Hal ini dilakukan supaya saya dapat menjelaskan
kesulitan yang dialami siswa/i ketika pembelajaran yang mungkin belum saya
ketahui saat itu. Ada siswa yang rutin mengunjungi saya, namanya Dana. Dana menanyakan materi pada waktu-waktu tertentu, seperti
sebelum pukul 07.00 WIB, ketika istirahat pertama, ketika istirahat kedua, atau
setelah pulang sekolah. Beberapa kesempatan Dana menanyakan
pada keseluruhan waktu diatas. Saya sangat senang dengan semangat Dana ini. Yang menjadi evaluasi saya selama mendampingi Dana ialah ia kurang teliti terhadap tanda-tanda
yang digunakan dalam matematika. Evaluasi ini sudah saya sampaikan kepada Dana. Hasilnya dibuktikan pada
ulangan harian kedua. Dana memperoleh hasil yang memuaskan dibandingkan ulangan
harian pertama ketika Dana mendapatkan nilai dibawah KKM. Setelah pertemuan pertama,
tidak ada kendala besar yang saya temui. Siswa/i mengikuti pembelajaran dengan
baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil ulangan yang mereka peroleh. Walapun
masih ada beberapa siswa/i yang mendapatkan nilai di bawah KKM. Selain menambah
pengetahuan mengenai administrasi guru di sekolah saya juga belajar mendampingi
siswa/i di luar sekolah. Hal ini dibuktikan dengan 2 orang siswa/i yang meminta
saya untuk memberikan pendampingan belajar. Pendampingan ini menjadi bekal bagi
saya untuk menjadi pendidik yang siap di dunia kerja.
Artikel ini dibukukan dengan judul "Soto Segar Pendidik Muda" dengan editor M. Andy Rudhito.
Komentar
Posting Komentar